Sabtu, 27 Februari 2010

Kaget super kaget

Sesak lg utk kesekian kali. Dalam 1hr ni, aku mendapat 2 kabar mengejutkan sekaligus! Terjadi percakapan serius utk kabar 1. Sebuah kabar ttg saudariku yg menjadi kontroversi d keluarga besar. Jadilah aku yg diintrograsi. Perlahan n hati2 ku jawab semua pertanyaan itu. Berusaha utk jujur tp tetep menjaga sesuatu yg sebenernya tjd agar tak diketahui saat ini. Alhamdulillah,,utk saat ini mereka percaya.
Kabar kedua terjadi percakapan yg agak panas. Aku tak menyangka, seseorang yg selama ini ku harap bs membela kami, ternyata oh ternyata jauh dr harapan. Syubhat2 pun tertembak ke arahku. Spontan benteng pertahanan ku bangun mendadak. Tak tahan berlama2, Alloh menyelamatkanku dg adzan maghrib.

Wahai yg membolak-balikkan hati,,tetapkan hatiku atas agamaMu..

Jumat, 26 Februari 2010

Bangkai Ikan, Halal?

Seringkali kita lihat ada ikan Paus/Hiu terdampar di pantai, dan biasanya hanya dikubur begitu saja. Padahal tidak mengapa mengonsumsinya. Sebab hewan-hewan laut punya hukum tersendiri dalam Islam.

Setelah hewan darat yang halal dan haram telah dibahas dalam edisi-edisi terdahulu, sebagai pelengkap, dibahas tentang hukum hewan air atau hewan laut.

Apa Itu Hewan Laut?
Bicara tentang hewan laut dalam pandangan syariat islam tidak lepas dari pengertian laut dalam bahasa Arab dan Istilah syariat. Kata “Al-Bahru”? dalam bahasa Arab bermakna air yang luas dan banyak sekali, namun banyak dipakai pada air laut yang asin, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Al-Mu'jam Al Wasith. Sedang dalam istilah para ulama adalah air yang banyak dan luas berisi ikan dan hewan-hewan air yang lain. Dalam syariat dan istilah para ulama, hanya dikenal dua jenis hewan ditinjau dari tempat hidupnya yaitu hewan darat (Al-Barr) dan hewan laut (Al-Bahru) sebagaimana firman Allah,

“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (manangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertaqwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” (Al-Maidah : 96)

Binatang buruan laut dalam ayat ini mencakup semua binatang yang hidup di air. Apabila melihat kepada kebiasaan hidup di air, hewan buruan ini terbagi menjadi dua kategori :

Yang Hanya Dapat Hidup di Air
Apabila keluar dari air maka tidak bisa hidup lama, seperti ikan dengan semua jenisnya.

Yang Hidup di Air Namun Mampu Juga Hidup di Darat
Seperti buaya dan kepiting.
Dengan demikian jelaslah hewan laut meliputi seluruh binatang yang hidup di air, baik ia hanya dapat hidup di air saja atau mampu bertahan di daratan.
Bolehkah Dikonsumsi?

Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang hal ini, namun yang rajih (kuat) adalah kebolehan memakan seluruh hewan laut berdasarkan keumuman firman Allah,

“Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur.” (Faathir : 12)

“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang orang yang dalam perjalanan...” (Al-Maidah : 96)

Hal ini juga didukung dengan keumuman sabda beliau ketika ditanya tentang air laut,
“Airnya suci dan bangkainya halal.” (Riwayat Abu Daud).

Bahkan beliau pun minta daging ikan Paus itu kepada para sahabatnya dan ikut memakannya, sebagaimana dikisahkan Jabir,
“Kami berperang dipimpin oleh Abu Ubaidah, lalu kami sangat kelaparan. Kemudian laut melempar seekor ikan mati yang tidak pernah kami lihat sebelumnya dinamakan Al-Ambar (sejenis ikan Paus), lalu kami memakannya selama setengah bulan. Abu Ubaidah mengambil salah satu tulangnya lalu seorang berkendaraan lewat di bawahnya. Abu Ubaidah menyatakan, “Makanlah!”. Ketika kami sampai di Madinah kami kisahkan hal tersebut kepada Rasulullah, lalu beliau bersabda, “Makanlah rezeki yang Allah karuniakan. Berilah untuk kami makan apabila kalian membawanya! Lalu seorang membawakannya dan beliau pun memakannya.”(Riwayat Al-Bukhari)

Hukum Mengonsumsi Hewan Amfibi (Hidup di Dua Alam)
Demikian juga dalam permasalahan memakan hewan yang hidup di dua alam ini seperti Penyu, Kepiting, dan lain-lainnya. Para ulama bersilang pendapat menjadi empat pendapat :
1. Halal seluruhnya
Ini pendapat madzhab Malikiyah
2. Halal seluruhnya kecuali katak dalam semua kondisi dan burung laut apabila tidak disembelih
ini pendapat madzhab Syafi'iyah
3. Tidak boleh memakannya tanpa disembelih, kecuali kepiting karena ia termasuk hewan yang tidak memiliki darah yang mengalir
Ini pendapat madzhab Hanabilah
4. Tidak boleh sama sekali
Ini pendapat madzhab Hanafiyah
Yang kuat, Insya Allah, adalah kehalalannya. Selama tidak ada dalil khusus untuk jenis tertentu darinya (dalil pengharamannya). Wallahu A'lam.
(Abu Abbas)

sumber: majalah-nikah.com

Tak tau judulnya

Sungguh suatu yg menyesakkan dada ketika ilmu yg telah diketahui (dimiliki) tak/belum bisa diamalkan.. Kurang bisa tanggap sikon dg cepat alias telmi (telat mikir) alias teltin (telat bertindak) saat melihat suatu yg 'salah' di depan mata. Lalu berakhirlah dg penyesalan..
"Ya Alloh, berikanlah pemahaman kepadaku dalam diin.." HR. Bukhori dan Muslim

Sabtu, 20 Februari 2010

Daftar Radio Dakwah Ahlus Sunnah

Berikut ini daftar radio dakwah Ahlus Sunnah yang bisa kita simak di beberapa kota :


1. Radio Hang 106 Fm untuk wilayah Batam dan sekitarnya
2. Radio Hidayah 103.4 FM untuk wilayah Pekanbaru dan sekitarnya
3. Radio Pasaman 101.9 FM untuk wilayah Pasaman dan sekitarnya
4. Radio Rodja 756 khz untuk wilayah Jabodetabek dan sekitarnya
5. Radio As Sunnah 92.3 FM untuk wilayah Cirebon dan sekitarnya
6. Radio Sahabat 90,4 FM untuk wilayah Tegal dan sekitarnya
7. Radio Suara Qur’an 94.4 FM untuk wilayah Sukoharjo dan sekitarnya
8. Radio Ar Royan 107.2 FMuntuk wilayah Sedayu Gresik dan sekitarnya
9. Radio Afiyah 107.8 FM untuk wilayah Majalengka dan sekitarnya
10.Radio An Najiyah 107.9 FM untuk wilayah Bandung timur dan sekitarnya
11.Radio Muslim dalam proses untuk siaran dikanal AM untuk wilayah Jogjakarta dan sekitarnya
12.Radio Suara Al Iman 900 khz untuk wilayah Surabaya dan sekitarnya
13.Radio Ihya As Sunnah 107.2 FM untuk wilayah pamekasan Madura dan sekitarnya

Hukum Alkohol dalam Obat dan Makanan


Teman-teman pasti udah ga asing lagi dengan kata ‘alkohol’, begitu juga dengan penggunaannya, khususnya pada obat dan makanan yang sering kita konsumsi. Tapi sebenarnya, sebatas apa sih kandungan alkohol yang diperbolehkan? Apakah mutlak setiap obat dan makanan yang mengandung alkohol itu pasti haram? Daripada bingung jadi bengong, yuuk baca artikel ini. Insya Alloh teman-teman ga akan bertanya-tanya lagi n nyaman mengonsumsi obat dan makanan..

Sekilas tentang alkohol

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), alkohol adalah cairan tidak berwarna yang mudah menguap, mudah terbakar, dipakai di industri dan pengobatan, merupakan unsur ramuan yang memabukkan di kebanyakan minuman keras; C2H5OH; etanol 2 senyawa organik dengan gugus OH pada atom karbon jenuh.

Ada 3 istilah tentang alkohol, yaitu:

1. Istilah alkohol untuk senyawa kimia yang memiliki gugus fungsional –OH, dan senyawanya biasa diakhiri kata alkohol atau …nol.

2. Istilah alkohol biasa digunakan untuk menyebut etanol. Biasanya ditemui dalam parfum, mouth wash, deodorant,kosmetik, dsb.

3. Istlah alkohol untuk minuman keras. Minuman ini biasa disebut minuman beralkohol (alcohol beverage) atau alkohol saja. Sifatnya memabukkan. Di dalam minuman ini terdapat unsur etanol.

Produksi alkohol (etanol) dilakukan dengan 2 cara, yaitu:

1. Cara petrokimia (proses dari bahan bakar fosil) melalui hidrasi etilena. Etanol hasil hidrasi ini biasa digunakan sebagai feedstock (bahan sintesis) untuk menghasilkan bahan kimia lainnya atau sebagai solvent (pelarut).

2. Cara biologis melalui fermentasi gula dengan ragi (yeast). Etanol yang dikonsumsi manusia (seperti minuman beralkohol) diproduksi dengan cara fermentasi.

Kegunaan alkohol (etanol)

Banyak juga lho kegunaan alkohol dalam kehidupan kita sehari-hari. Di antaranya:

1. Sebagai pelarut (solvent), misalnya pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan.

2. Sebagai bahan sintesis (feedstock) untuk menghasilkan bahan kimia lain, contohnya sebagai feedstock dalam pembuatan asam asetat (sebagaimana yang terdapat dalam cuka).

3. Sebagai bahan bakar alternatif. Bahan bakar etanol telah banyak dikembangkan di Negara Brasil sejak mereka mengalami krisis energi. Brasil adalah Negara yang memiliki industri etanol terbesar untuk memproduksi bahan bakar. Sembilan puluh persen mobil baru di sana menggunakan bahan bakar hydrous ethanol (terdiri dari 95% etanol dan 5% air).

4. Untuk minuman beralkohol (alcohol beverage)

5. Sebagai penangkal racun (antidote)

6. Sebagai antiseptik (penangkal infeksi)

7. Sebagai deodorant (penghilang bau tidak enak atau bau busuk)

Alkohol najis?

Untuk membahas masalah ini, kita tilik lagi tentang Khomr. Khomr adalah setiap makanan atau minuman yang memabukkan baik benda cair atau padat. Hukumnya adalah haram, dengan dalil:

1. Dalil al Qur’an

Alloh berfirman yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khomr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah: 90)

2. Dalil Hadits

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya “Setiap yang memabukkan adalah khomr dan setiap khomr hukumnya haram.” HR. Muslim: 5336

3. Dalil Ijma’ (kesepakatan ulama)

Imam an-Nawawi rohimahulloh berkata “Khomr hukumnya haram berdasarkan Al Qur’an, Hadits Mutawatir, dan Ijma’.” Roudhotut Tholibin: 1769

4. Akal sehat

Al Hafizh Ibnu Rojab rohimahulloh berkata “Ketahuilah, seandainya saja tidak ada dalil yang menegaskan bahwa meminum khomr adalah haram, tentunya akal sehat akan menganggapnya buruk. Bagaimana tidak, bukankah khomr akan merusak akal seseorang sehingga menjadikannya seperti binatang, bahkan lebih jelek dari binatang. Di antara mereka ada yang (ketika mabuk) bermain dengan najis, air muntah, dan kotoran. Oleh karena itu, banyak di antara orang-orang jahiliah sebelum Islam yang mengharamkan khomr.”

Berdasarkan dalil-dalil di atas, udah jelas kan kalo hukum khomr itu haram? Tapi,,apakah khomr itu najis?? Ada 2 pendapat ulama mengenai hal ini:

Pendapat pertama: khomr adalah najis

Ini adalah pendapat mayoritas ahli fiqh. Di antara dalil yang menjadi dasar pendapat mereka adalah firman Alloh dalam surat Al Maidah: 90. Pada ayat tersebut Alloh menjelaskan bahwa khomr itu “rijs” yaitu najis.

Pendapat kedua: Khomr tidak najis

Ini adalah pendapat Robi’ah bin Abdurrohman yang terkenal dengan Robi’ah Ro’yi, Laits bin Sa’ad al-Mishry al-Faqih, Ismail bin Yahya al-Munzani, sahabat Imam Syafi’I rohimahulloh dan masih banyak lagi dari para ulama mutaakhirin dari Baghdad dan Qurowiyyah. Mereka berpendapat bahwa khomr adalah suci sekalipun haram diminum. Salah satu dalil yang menguatkan pendapat ini adalah:

“Dari Abu Sa’id al-Khudri berkata: Saya mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam berkhutbah di Madinah bersabda: “Wahai manusia, sesungguhnya Alloh Ta’ala telah menyinggung khomr dan barangkali Alloh akan menurunkan wahyu tentangnya, maka barangsiapa yang mempunyai khomr, hendaknya ia menjualnya dan memanfaatkannya.” Tak lama kemudia Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Alloh Ta’ala telah mengharamkan khomr, maka barangsiapa yang mengetahui ayat ini sedangkan dia mempunyai khomr, maka jangnlah dia meminum atau menjualnya.” Lalu (para Sahabat) yang memiliki khomr menyambut di jalan-jalan kota Madinah, lalu mereka menumpahkannya.” HR. Muslim: 5/39

Hadits tersebut mengisyaratkan sucinya khomr meskipun haram hukumnya. Seandainya khomr tidak suci, maka para Sahabat tidak akan menuangkannya di jalan-jalan dan temapt lalu lalangnya orang-orang, tapi mereka akan membuangnya di tempat yang jauh sebagaimana barang najis lainnya.

Syaikh Albani rohimahulloh berkata, “Inilah pendapat yang kuat.” yakni pendapat yang kedua yang mengatakan bahwa khomr tidak najis. Hal ini berdasarkan kaidah “asal segala sesuatu adalah suci” sedangkan tidak ada dalil yang memalingkannya.

Adapun maksud kata “rijs” pada QS. Al Maidah: 90 maka maksudnya bukanlah kotor secara hakikatnya, tetapi bersifat maknawi, karena kata tersebut diiringkan dengan judi, berhala, dan undian, yang tidak disifati dengan najis secara hakikatnya. Dalilnya adalah firman Alloh dalam surat Al Hajj ayat 30 yang artinya “Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang kotor dan jauhilah perkataan dusta.” Patung-patung adalah kotor secara maknawi, tetapi tidak najis bila menyentuhnya.

Kaidah dan Kunci

Kunci jawaban dari permasalahan ini adalah kaidah istihalah dan istihlak. Yang dimaksud istihalah atau istihlak dalam masalah ini adalah bercampurnya benda haram atau najis dengan benda lainnya yang suci dan halal yang lebih banyak sehingga menghilangkan sifat najis dan keharamannya, baik rasa, warna, dan baunya.

Benda najis yang terkalahkan oleh benda suci tersebut bisa menjadi suci. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila air telah mencapai dua qullah maka tidak najis.” Hadits ini menunjukkan bahwa benda yang najis atau haram apabila bercampur dengan air suci yang banyak, sehingga najis tersebut lebur tak menyisakan warna atau baunya maka ia menjadi suci. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh berkata, “ Barangsiapa memperhatikan dalil-dalil yang disepakati dan memahami rahasia hukum syariat, niscaya akan jelas baginya bahwa pendapat ini yang paling benar, sebab najisnya air dan cairan tanpa bisa berubah sangat jauh dari dalil dan logika.”

Dari penjelasan di atas, teman-teman paham ga? Lebih mudahnya gini nih,, seandainya ada orang yang minum khomr yang bercampur dengan air yang buanyak sehingga sifat khomrnya hilang, maka orang tersebut tidak dihukumi minum khomr. Atau ketika adik bayi diberi minum air susu yang telah bercampur dengan air yang buanyak sehingga sifat susunya hilang, maka dia tidak dihukumi sebagi anak sepersusuannya.

Kembali ke permasalahan awal. Lantas, bagaimana dengan obat dan makanan yang mengandung alkohol? Tetapkah dihukumi haram atau seperti kaidah di atas? Dengan memahami apa yang sudah di bahas di awal, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Alkohol bukanlah benda najis, maka boleh digunakan untuk luar (bukan diminum). Misalnya untuk pembersih luka, pembunuh bakteri, dan boleh minyak wangi. Tapi ingat,, bagi muslimah tetep aja ga boleh pake minyak wangi di luar rumah, ataupun di dalam rumah jika di sana ada lelaki non mahromnya.

2. Adapun penggunaan alkohol untuk minuman, makanan, atau obat maka hal itu diperinci lagi sebagai berikut:

Pertama: apabila kadar alkoholnya banyak sehingga masih memiliki pengaruh memabukkan, maka hukumnya HARAM karena itu termasuk khomr.

Kedua: apabila kadar alkoholnya sedikit sehingga larut dengan bahan-bahan pembuatan alkohol lainnya, maka hukumnya BOLEH. Dia bukan lagi dihukumi khomr karena tidak memabukkan. Namun bolehnya ini apabila tidak membahayakan. Jika dia membahayakan, seperti bagi anak kecil dan ibu hamil, maka hukumnya tidak boleh.

Nah, teman-teman sekarang paham kan? Jadi alkohol itu tidak mutlak haram untuk kita gunakan, juga tidak selamanya boleh/halal. Ada syarat-syarat tertentu yang perlu untuk diperhatikan. Meskipun begitu, alangkah baiknya jika kita mengganti bahan alkohol tersebut dengan bahan lain yang jelas halalnya agar lebih selamat. Termasuk kaidah fiqh yang disebutkan ulama adalah “Keluar dari perselisihan itu dianjurkan.” Wallohu a’lam

Sumber: majalah Al Furqon edisi 6 thn ke-9

Rabu, 10 Februari 2010

Etika Memberi Salam


  • Makruh memberi salam dengan ucapan: "Alaikumus salam" karena di dalam hadits Jabir Rodhiallohu 'anhu diriwayatkan bahwasanya ia menuturkan: "Aku pernah menjumpai Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam maka aku berkata: "Alaikas salam ya Rasulallah". Nabi menjawab: "Jangan kamu mengatakan: Alaikas salam". Di dalam riwayat Abu Daud disebutkan: "karena sesungguhnya ucapan "alaikas salam" itu adalah salam untuk orang-orang yang telah mati". (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dishahihkan oleh Al-Albani)

  • Dianjurkan mengucapkan salam tiga kali jika khalayak banyak jumlahnya. Di dalam hadits Anas disebutkan bahwa Nabi Shollallohu 'alaihi wa sallam apabila ia mengucapkan suatu kalimat, ia mengulanginya tiga kali. Dan apabila ia datang kepada suatu kaum, ia memberi salam kepada mereka tiga kali" (HR. Al-Bukhari)

  • Termasuk sunnah adalah orang mengendarai kendaraan memberikan salam kepada orang yang berjalan kaki, dan orang yang berjalan kaki memberi salam kepada orang yang duduk, orang yang sedikit kepada yang banyak, dan orang yang lebih muda kepada yang lebih tua. Demikianlah disebutkan di dalam hadits Abu Hurairah yang muttafaq'alaih.

  • Disunnatkan keras ketika memberi salam dan demikian pula menjawabnya, kecuali jika di sekitarnya ada orang-orang yang sedang tidur. Di dalam hadits Miqdad bin Al-Aswad disebutkan di antaranya: "dan kami pun memerah susu (binatang ternak) hingga setiap orang dapat bagian minum dari kami, dan kami sediakan bagian untuk Nabi Shollallohu 'alaihi wa sallam, Miqdad berkata: Maka Nabi pun datang di malam hari dan memberikan salam yang tidak membangunkan orang yang sedang tidur, namun dapat didengar oleh orang yang bangun". (HR. Muslim)

  • Disunatkan memberikan salam di waktu masuk ke suatu majlis dan ketika akan meninggalkannya. Karena hadits menyebutkan: "Apabila salah seorang kamu sampai di suatu majlis hendaklah memberikan salam. Dan apabila hendak keluar, hendaklah memberikan salam, dan tidaklah yang pertama lebih berhak daripada yang kedua. (HR. Abu Daud dan disahihkan oleh Al-Albani)

  • Disunnatkan memberi salam di saat masuk ke suatu rumah sekalipun rumah itu kosong, karena Allah telah berfirman yang artinya: "Dan apabila kamu akan masuk ke suatu rumah, maka ucapkanlah salam atas diri kalian." (QS. An-Nur:61)
  • Dan karena ucapan Ibnu Umar Rodhiallohu 'anhuma: "Apabila seseorang akan masuk ke suatu rumah yang tidak berpenghuni, maka hendaklah ia mengucapkan: Assalamu `alaina wa `ala `ibadillahis sholihin" (HR. Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad, dan dishahihkan oleh Al-Albani)

  • Dimakruhkan memberi salam kepada orang yang sedang di WC (buang hajat), karena hadits Ibnu Umar Rodhiallohu 'anhuma yang menyebutkan "Bahwasanya ada seseorang yang lewat sedangkan Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam sedang buang air kecil, dan orang itu memberi salam. Maka Nabi tidak menjawabnya". (HR. Muslim)

  • Disunnatkan memberi salam kepada anak-anak, karena hadits yang bersumber dari Anas Rodhiallohu 'anhu menyebutkan: Bahwasanya ketika ia lewat di sekitar anak-anak ia memberi salam, dan ia mengatakan: "Demikianlah yang dilakukan oleh Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam". (Muttafaq'alaih).

  • Tidak memulai memberikan salam kepada Ahlu Kitab, sebab Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda :" Janganlah kalian terlebih dahulu memberi salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani....." (HR. Muslim). Dan apabila mereka yang memberi salam maka kita jawab dengan mengucapkan "wa `alaikum" saja, karena sabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam : "Apabila Ahlu Kitab memberi salam kepada kamu, maka jawablah: wa `alaikum".(Muttafaq'alaih).

  • Disunnatkan memberi saam kepada orang yang kamu kenal ataupun yang tidak kamu kenal. Di dalam hadits Abdullah bin Umar Rodhiallohu 'anhu disebutkan bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Shollallohu 'alaihi wa sallam : "Islam yang manakah yang paling baik? Jawab Nabi: Engkau memberikan makanan dan memberi salam kepada orang yang telah kamu kenal dan yang belum kamu kenal". (Muttafaq'alaih)

  • Disunnatkan menjawab salam orang yang menyampaikan salam lewat orang lain dan kepada yang dititipinya. Pada suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam lalu berkata: Sesungguhnya ayahku menyampaikan salam untukmu. Maka Nabi menjawab : "`alaika wa `ala abikas salam"

  • Dilarang memberi salam dengan isyarat kecuali ada uzur, seperti karena sedang sholat atau bisu atau karena orang yang akan diberi salam itu jauh jaraknya. Di dalam hadits Jabir bin Abdillah Rodhiallohu 'anhu diriwayatkan bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian memberi salam seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena sesungguhnya pemberian salam mereka memakai isyarat dengan tangan". (HR. Al-Baihaqi dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

  • Disunnatkan kepada seseorang berjabat tangan dengan saudaranya. Hadits Rosululloh mengatakan: "Tiada dua orang muslim yang saling berjumpa lalu berjabat tangan, melainkan diampuni dosa keduanya sebelum mereka berpisah" (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani)

  • Dianjurkan tidak menarik (melepas) tangan kita terlebih dahulu di saat berjabat tangan sebelum orang yang dijabattangani itu melepasnya. Hadits yang bersumber dari Anas Rodhiallohu 'anhu menyebutkan: "Nabi Shollallohu 'alaihi wa sallam apabila ia diterima oleh seseorang lalu berjabat tangan, maka Nabi tidak melepas tangannya sebelum orang itu yang melepasnya...." (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani)

  • Haram hukumnya membungkukkan tubuh atau sujud ketika memberi penghormatan, karena hadits yang bersumber dari Anas menyebutkan: Ada seorang lelaki berkata: Wahai Rosululloh, kalau salah seorang di antara kami berjumpa dengan temannya, apakah ia harus membungkukkan tubuhnya kepadanya? Nabi Shollallohu 'alaihi wa sallam menjawab: "Tidak". Orang itu bertanya: Apakah ia merangkul dan menciumnya? Jawab Nabi: Tidak. Orang itu bertanya: Apakah ia berjabat tangan dengannya? Jawab Nabi: Ya, jika ia mau. (HR. At-Turmudzi dan dinilai shahih oleh Al-Albani)

  • Haram berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram. Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam ketika akan dijabat tangani oleh kaum wanita di saat baiat, beliau bersabda: "Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan kaum wanita". (HR.Turmudzi dan Nasai, dan dishahihkan oleh Albani)

Hari Kasih atau Valentine dalam Tinjauan Syariat



Valentine’s Day sebenarnya bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan pada pastor kuffar. Bahkan tak ada kaitannya dengan “kasih sayang”, lalu kenapa kita masih juga menyambut Hari Valentine? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat? Atau hanya ikut-ikutan semata tanpa tau asal muasalnya?

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabannya” (QS. Al Isro':36).

Sebelum kita terjerumus pada budaya yang dapat menyebabkan kita tergelincir kepada kemaksiatan maupun penyesalan, kita tau bahwa acara itu jelas berasal dari kaum kafir yang akidahnya berbeda dengan ummat Islam, sedangkan berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri Rodliyallohu 'anhu, Rosululloh bersabda: "Kamu akan mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai mereka masuk ke dalam lubang biawak kamu tetap mengikuti mereka. Kami bertanya: Wahai Rosulullah, apakah yang kamu maksudkan itu adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani? Rosulullah bersabda: Kalau bukan mereka, siapa lagi?" (HR. Bukhori dan Muslim).

Pertanyaan: Sebagian orang merayakan Yaum Al-Hubb (Hari Kasih Sayang) pada tanggal 14 Februari [bulan kedua pada kalender Gregorian kristen/Masehi] setiap tahun, di antaranya dengan saling-menghadiahi bunga mawar merah. Mereka juga berdandan dengan pakaian merah (merah jambu,red), dan memberi ucapan selamat satu sama lain (berkaitan dengan hari tsb).

Beberapa toko gula-gula pun memproduksi manisan khusus-berwarna merah- dan yang menggambarkan simbol hati/jantung ketika itu (simbol love/cinta, red). Toko-toko tersebut pun mengiklankan yang barang-barang mereka secara khusus dikaitkan dengan hari ini. Bagaimana pandangan syariah Islam mengenai hal berikut:

1. Merayakan hari valentine ini ?
2. Melakukan transaksi pembelian pada hari valentine ini?
3. Transaksi penjualan – sementara pemilik toko tidak merayakannya – dalam berbagai hal yang dapat digunakan sebagai hadiah bagi yang sedang merayakan?
Semoga Alloh memberi Anda penghargaan dengan seluruh kebaikan!

Jawaban: Bukti yang jelas terang dari Al Qur’an dan Sunnah - dan ini adalah yang disepakati oleh konsensus (Ijma') dari ummah generasi awal muslim - menunjukkan bahwa ada hanya dua macam Ied (hari Raya) dalam Islam: ' Ied Al-Fitr (setelah puasa Ramadhan) dan ' Ied Al-Adha (setelah hari ' Arafah untuk berziarah).

Maka seluruh Ied yang lainnya - apakah itu adalah buatan seseorang, kelompok, peristiwa atau even lain – yang diperkenalkan sebagai hari Raya/‘Ied, tidaklah diperkenankan bagi muslimin untuk mengambil bagian didalamnya, termasuk mengadakan acara yang menunjukkan sukarianya pada even tersebut, atau membantu didalamnya – apapun bentuknya – sebab hal ini telah melampaui batas-batas syari’ah Alloh:

وَتِلْكَ حُدُودُاللَّهِ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ
"Itulah hukum-hukum Alloh dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Alloh, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri." (QS. At-Tholaq:1)

Jika kita menambah-nambah Ied yang telah ditetapkan, sementara faktanya bahwa hari raya ini merupakan hari raya orang kafir, maka yang demikian termasuk berdosa. Disebabkan perayaan Ied tersebut meniru-niru (tasyabbuh) dengan perilaku orang-orang kafir dan merupakan jenis Muwaalaat (Loyalitas) kepada mereka. Dan Alloh telah melarang untuk meniru-niru perilaku orang kafir tersebut dan termasuk memiliki kecintaan, kesetiaan kepada mereka, yang termaktub dalam kitab Dzat yang Maha Perkasa (Al Qur’an). Ini juga ketetapan dari Nabi (Shollallohu ` Alaihi wa sallam) bahwa beliau bersabda : “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka dia termasuk dari kaum tersebut”.

Ied al-Hubb (perayaan Valentine's Day) datangnya dari kalangan apa yang telah disebutkan, termasuk salah satu hari besar/hari libur dari kaum paganis Kristen. Karenanya, diharamkan untuk siapapun dari kalangan muslimin, yang dia mengaku beriman kepada Alloh dan Hari Akhir, untuk mengambil bagian di dalamnya, termasuk memberi ucapan selamat (kepada seseorang pada saat itu). Sebaliknya, adalah wajib untuknya menjauhi dari perayaan tersebut - sebagai bentuk ketaatan pada Alloh dan Rosul-Nya, dan menjaga jarak dirinya dari kemarahan Alloh dan hukumanNya.

Lebih-lebih lagi, hal itu terlarang untuk seorang muslim untuk membantu atau menolong dalam perayaan ini, atau perayaan apapun juga yang termasuk terlarang, baik berupa makanan atau minuman, jual atau beli, produksi, ucapan terima kasih, surat-menyurat, pengumuman, dan lain lain. Semua hal ini dikaitkan sebagai bentuk tolong-menolong dalam dosa serta pelanggaran, juga sebagai bentuk pengingkaran atas Alloh dan Rosululloh. Alloh, Dzat yang Maha Agung dan Maha Tinggi, berfirman:

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Alloh, sesungguhnya Alloh amat berat siksa-Nya." (QS. Al Maidah:2)

Demikian juga, termasuk kewajiban bagi tiap-tiap muslim untuk memegang teguh atas Al Qur’an dan Sunnah dalam seluruh kondisi - terutama saat terjadi rayuan dan godaan kejelekan. Maka semoga dia memahami dan sadar dari akibat turutnya dia dalam barisan sesat tersebut yang Alloh murka padanya (Yahudi) dan atas mereka yang tersesat (Kristen), serta orang-orang yang mengikuti hawa nafsu diantara mereka, yang tidak punya rasa takut - maupun harapan dan pahala - dari Alloh, dan atas siapa-siapa yang memberi perhatian sama sekali atas Islam.

Maka hal ini sangat penting bagi muslim untuk bersegera kembali ke jalan Alloh, yang Maha Tinggi, mengharap dan memohon Hidayah Nya (Bimbingan) dan Tsabbat (Keteguhan) atas jalanNya. Dan sungguh, tidak ada pemberi petunjuk kecuali Alloh, dan tak seorangpun yang dapat menganugrahkan keteguhan kecuali dariNya.

Dan kepada Alloh lah segala kesuksesan dan semgoa Alloh memberikan sholawat dan salam atas Nabi kita (Shollallohu 'Alaihi wa sallam) beserta keluarganya dan rekannya.

Lembaga tetap pengkajian ilmiah dan riset fatwa
Ketua : Syaikh ' Abdul ' Aziz Al Asy-Syaikh;
Wakil Ketua : Syaikh Saalih ibn Fauzaan;
Anggota: Syaikh ' Abdullaah ibn Ghudayyaan;

Anggota: Syaikh Bakar Ibn ' Abdullaah Abu Zaid

(Fataawa al-Lajnah ad-Daaimah lil-Buhuts al-'Ilmiyyah Wal-Iftaa.- Fatwa Nomor 21203. Lembaga tetap pengkajian ilmiah dan riset fatwa Saudi Arabia)

Dinukil dari http://www.fatwa-online.com/fataawa/innovations/celebrations/cel003/0020123_1.htm. dengan sedikit pengeditan

Pertanyaan : Bagaimana hukum merayakan hari Kasih Sayang/Valentine Day's?

Syaikh Muhammad Sholih Al-Utsaimin menjawab:
“Merayakan hari Valentine itu tidak boleh, karena:
Pertama: ia merupakan hari raya bid‘ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari‘at Islam.
Kedua: ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf shalih (pendahulu kita) – semoga Alloh meridhai mereka. Maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya. Hendaknya setiap muslim merasa bangga dengan agamanya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan. Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari segala fitnah (ujian hidup), yang tampak ataupun yang tersembunyi dan semoga meliputi kita semua dengan bimbingan-Nya.”

Maka adalah wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan wala’ dan baro’ (loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang merupakan dasar akidah yang dipegang oleh para salaf shalih. Yaitu mencintai orang-orang mu’min dan membenci dan menyelisihi (membedakan diri dengan) orang-orang kafir dalam ibadah dan perilaku.

Di antara dampak buruk menyerupai mereka adalah: ikut mempopulerkan ritual-ritual mereka sehingga terhapuslah nilai-nilai Islam. Dampak buruk lainnya, bahwa dengan mengikuti mereka berarti memperbanyak jumlah mereka, mendukung dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim dalam setiap roka’at sholatnya membaca,

“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah:6-7)

Bagaimana bisa ia memohon kepada Alloh agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang mukmin dan dijauhkan darinya jalan golongan mereka yang sesat dan dimurkai, namun ia sendiri malah menempuh jalan sesat itu dengan sukarela. Lain dari itu, mengekornya kaum muslimin terhadap gaya hidup mereka akan membuat mereka senang serta dapat melahirkan kecintaan dan keterikatan hati.

Alloh Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah:51)

“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Alloh dan Rosul-Nya.” (QS. Al-Mujadilah:22)

Ada seorang gadis mengatakan bahwa ia tidak mengikuti keyakinan mereka, hanya saja hari Valentine tersebut secara khusus memberikan makna cinta dan suka citanya kepada orang-orang yang memperingatinya.

Saudaraku! Ini adalah suatu kelalaian, padahal sekali lagi: Perayaan ini adalah acara ritual agama lain! Hadiah yang diberikan sebagai ungkapan cinta adalah sesuatu yang baik, namun bila dikaitkan dengan pesta-pesta ritual agama lain dan tradisi-tradisi Barat, akan mengakibatkan seseorang terobsesi oleh budaya dan gaya hidup mereka.

Mengadakan pesta pada hari tersebut bukanlah sesuatu yang sepele, tapi lebih mencerminkan pengadopsian nilai-nilai Barat yang tidak memandang batasan normatif dalam pergaulan antara pria dan wanita sehingga saat ini kita lihat struktur sosial mereka menjadi porak-poranda.

Alhamdulillah, kita mempunyai pengganti yang jauh lebih baik dari itu semua, sehingga kita tidak perlu meniru dan menyerupai mereka. Di antaranya, bahwa dalam pandangan kita, seorang ibu mempunyai kedudukan yang agung, kita bisa mempersembahkan ketulusan dan cinta itu kepadanya dari waktu ke waktu, demikian pula untuk ayah, saudara, suami …dst, tapi hal itu tidak kita lakukan khusus pada saat yang dirayakan oleh orang-orang kafir.

Semoga Alloh Subhannahu wa Ta'ala senantiasa menjadikan hidup kita penuh dengan kecintaan dan kasih sayang yang tulus, yang menjadi jembatan untuk masuk ke dalam surga yang hamparannya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.

Menyampaikan kebenaran adalah kewajiban setiap muslim. Kesempatan kita saat ini untuk berdakwah adalah dengan menyampaikan tulisan (ed.) ini kepada saudara-saudara kita yang belum mengetahuinya.

Semoga Alloh Ta'ala membalas 'amal ibadah kita.

Penulis: Lembaga tetap pengkajian ilmiah dan riset fatwa Saudi Arabia, Fatwa Nomor 21203

[dengan sedikit pengeditan]

Hukum Meninggalkan Sholat


Penulis: As Syaikh Al Allamah Al Faqih
Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin

TANYA-JAWAB
Soal :
Apa yang dilakukan seseorang, apabila ia mengajak keluarganya untuk menjalankan sholat tetapi mereka tidak mau mendengarkannya. Apakah orang tersebut tetap tinggal di rumah bersama keluarganya atau keluar dari rumahnya ?

Jawab :
Apabila keluarga tersebut tidak menjalankan sholat terus-menerus, maka hukumnya adalah kafir, murtad dan keluar dari islam. Tidak boleh seseorang tersebut tinggal bersama mereka. Tetapi wajib baginya untuk terus mendakwahi keluarganya, dan mudah-mudahan Allah memberikan hidayah kepada keluarganya, karena seseorang yang meninggalkan sholat adalah kafir. Dalilnya adalah dari Al Qur'an, As Sunnah, perkataan Sahabat, dan pandangan hati yang shahih (benar).

Adapun dalil dari Al Qur'an adalah (firman Allah Ta'ala yang artinya ) :
"Apabila mereka bertaubat, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat, maka mereka adalah saudara-saudara kalian seagama." (QS. At Taubah: 11).

Dapat dipahami dari ayat tersebut adalah apabila mereka tidak melakukan yang demikian (taubat, sholat, dan menunaikan zakat) maka mereka bukan dari saudara-saudara kalian seagama. Persaudaraan dalam agama tidak akan terputus dengan perbuatan maksiat, meskipun dosa besar. Tetapi akan terputus apabila seseorang keluar dari Islam.
Adapun dari As Sunnah adalah sabda Nabi 'alaihishalaatu wasallam yang artinya:
"Jarak antara laki-laki dengan kekafiran dan kesyirikan adalah meninggalkan sholat." (HR. Tirmidzi, dan beliau berkata: hadist hasan shahih).
"Perjanjian antara kami dengan mereka adalah sholat. Barangsiapa yang meninggalkannya maka sungguh dia telah kafir." (Imam Nawawi berkata: HR. Tirmidzi
dalam kitab Al Iman dengan sanad yang shahih).

Adapun dari perkataan sahabat: Berkata Amirul mukminin Umar Bin Khattab radliyallahu anhu yang artinya: "Tidak akan beruntung (binasa) bagi seseorang yang meninggalkan sholat."

Berkata Abdullah Bin Syaqiq radliyallahu anhu yang artinya : "Para sahabat Nabi 'alaihisshalaatu wasallam tidak melihat suatu amalan yang menyebabkan kekufuran apabila ditinggalkan selain sholat."

Adapun dari pandangan hati yang shahih (lurus), maka saya katakan: "Apakah masuk akal bagi seseorang yang memiliki keimanan sebesar biji dalam hatinya, mengetahui keagungan sholat, dan inayah (pertolongan) yang diberikan Allah dengannya kemudian dia memelihara untuk terus meninggalkan sholat ??..... ini adalah mustahil.

Apabila telah jelas kekafirannya maka ada beberapa hukum yang terkait dengannya :
1.Tidak sah hukum menikahinya. Apabila telah terjadi akad dengan seorang suami yang tidak sholat, maka hukum pernikahannya bathil dan tidak halal seorang suami tersebut bagi seorang isteri. Dalilnya adalah (firman Allah yang artinya) :
"Jika kalian telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka jangan kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka.” (QS. Al Mumtahanah: 10)
2.Tidak halal sembelihannya. Tidak boleh memakan sembelihannya.
3.Tidak halal baginya memasuki Mekkah al Mukarromah. Allah T a'ala berfirman yang artinya:"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis. Maka janganlah mereka mendekati masjidil harom sesudah tahun ini (setelah turun ayat ini, yaitu pada tahun ke-9 hijriah). (QS. At Taubah: 28)
4.Tidak ada hak waris baginya. Apabila seseorang mati meninggalkan satu anak yang tidak sholat dan satu anak dari pamannya, maka yang berhak mendapatkan waris adalah anak pamannya.Rasulullah 'alaihishalaatu wasallam bersabda: "Tidak mewariskan muslim atas kafir dan orang kafir atas muslim." (HR Bukhari & Muslim)
5.Apabila mati, tidak boleh dimandikan, dikafani, disholatkan, dan di kubur di kuburan kaum muslimin. Kemudian apa yang harus kita lakukan ? Kita kuburkan dia di padang pasir/sahara dengan baju yang menempel padanya.
6.Dibangkitkan di hari kiamat bersama Fir'aun, Hamman, Qorun, Ubay Bin Kholaf, dan yang lainnya dari pemimpin orang-orang kafir. Wal 'iyadzubillah. Mereka (orang-orang kafir) Tidak masuk surga dan tidak boleh bagi keluarganya mendo'akan rahmat dan ampunan baginya karena dia telah kafir.


Karena masalah ini sangat membahayakan, namun kebanyakan kaum muslimin meremehkannya dan membiarkan keluarganya meninggalkan sholat. Ini tidak boleh.

(Diterjemahkan oleh Al Ustadz Abu ‘Isa Nurwahid dari Kitab Al As’ilah Al Muhimmah)

Sumber : Buletin Da'wah Al Atsary, Semarang Edisi VII/1427/TH.I